Senin, 22 Agustus 2011

Indahnya Kasih Tuhan

Kita tidak akan tahu arti SABAR...
kalau kita tidak bertemu dengan orang yang menJENGKELkan

Kita tidak akan tahu arti KASIH...
kalau kita tidak bertemu dengan orang yang meLUKAI HATI

Kita tidak akan tahu arti SUKACITA...
kalau kita tidak pernah meNANGIS

Kita tidak akan tahu arti BERHARAP...
kalau kita tidak pernah GAGAL

Kita akan tahu indahnya KASIH TUHAN
lewat semua perjalanan hidup kita


(disadur dari pesan seorang teman)

Kamis, 11 Agustus 2011

Tempat Sampah Yang Baik

Hidup ini penuh liku-liku, bisa susah bisa berjaya, kadang sedih kadang bahagia. Menghadapi masalah kehidupan dengan silih berganti. Sering menjadi tempat curahan kegelisahan orang lain. Mendengarkan banyak kisah orang-orang terdekat, curhatan teman-teman, kakak ataupun keluh kesah sorang ibu. Ada banyak perasaan, berempati saat mendengar kisah mereka, kadang saya ikut bahagia mendengar kisah seorang teman yang jatuh cinta, kadang ikut bersedih kalah mendengar cerita sedihnya seperti bertengkar atau dikecewakan kekasih ataupun masalah pekerjaan dikantor. Kadang ikut marah saat tahu orang terdekat disakiti orang lain. Mendengar curahan hati seorang ibu tercinta akan keluh kesah kehidupan, lalu keadaannya menjadi seperti saya seorang guru yang sedang berbicara kepada murid yang disayangi untuk memberi masukan yang baik untuknya. Saya senang bisa menjadi pendamping orang-orang terdekat untuk ada disaat suka ataupun duka. Menjadi tempat pelampiasaan kebahagiaan ataupun kesedihan untuk menjadi “the shoulder to cry on” menjadi “tempat sampah” pembuangan uneg-uneg, sebuah istilah yang kadang membuat saya tertawa ketika saya ungkapkan itu pada teman-teman saya dan mereka bisa tertawa lepas dari kesedihan sejenak saat masalah melanda. Membantu memberi semangat membuat mereka kembali tersenyum saat terpuruk, dan saya bangga, saya senang untuk bisa menjadi tempat sampah itu.

Dunia tak selebar daun kelor, sebuah pepatah yang juga sering saya ungkapkan untuk mereka yang patah hati karena cinta yang sebenarnya saya pun tak tahu selebar apa daun kelor itu. Saya seperti menjadi dokter cinta untuk mereka yang punya masalah cinta, dan saya seperti seorang penasetan masalah rumah tangga saat dihadapkan ketika ibuku tercinta bercerita mengenai kekesalannya karena sikap ayah saya, padahal saya sendiri belum menikah. Saya bukanlah seorang psikiater ataupun ahli psikologi yang bisa membaca karakter orang, tetapi saat saya menghadapi orang-orang terdekat membutuhkan saya untuk menjadi penasehatan tiba-tiba saya bisa menjadi seseorang yang mendadak seperti sorang ahli psikologi menjadi orang objektif untuk memberi masukan, tapi biasanya untuk teman wanita saya tahu karena saya juga wanita, mereka itu butuh tim untuk pendukung bukan tim penasehat, baru setelah kemarahan mereka mulai sirna saya coba untuk menjadi “mendadak jadi penasehat” dan biasanya jurus itu ampuh untuk membantu masalah mereka.

Menjadi orang yang objektif untuk masalah orang lain mungkin bisa menjadi mudah, tapi berbeda halnya jika saya dihadapkan pada masalah pribadi, susah untuk menjadi penasehat dan menjadi bijak untuk diri sendiri. Ketika marah saya juga bukan tipe orang yang suka menebar kemarahan lewat bentakan dan kata-kata makian, saya cenderung menumpahkan kemarahan dengan menangis, saya pernah bertemu seseorang yang pernah saya cintai ketika saya dibuatnya bersedih tapi saya juga dilarang untuk menangis karena dia tidak suka melihat perempuan menangis, itu ujarnya, saya bingung kenapa ada orang seperti itu? egois untuk mementingkan kepuasan dirinya, dia tidak suka melihat orang lain menangis memaksakan orang lain untuk terus merasakan kepedihan, karena menangis adalah bentuk curahan emosi yang lazimnya dilakukan seorang perempuan untuk mengurangi rasa sakitnya, dan yang membuat saya tambah sakit adalah orang seperti itu adalah orang yang saya cinta. Saya juga pernah mendengar curhatan yang membuat saya merasa seperti tikaman pisau dihati saya, curhatan dari seorang laki-laki yang saya cinta ternyata masih mencintai wanita lain yang pernah menyakitinya, dan dia menyesal karena wanita tersebut akan menikah dengan orang lain, mengapa dia tidak membuka mata akan cinta tulus dihadapannya, mungkin dia tidak pernah tahu sedalam apa saya mencintainya dan sedalam apa juga dia telah menyakiti hati saya, saat itu segala rasa bercampur, tidak bisa menjadi tempat sampah yang baik untuknya dan tidak bisa menjadi tempat sampah yang baik untuk diri saya sendiri. Karena disatu sisi dia butuh tempat sampah itu dan dilain sisi disaat yang bersamaan pun saya juga butuh tempat sampah itu. Ya itulah bagian dari kehidupan, mungkin saya pun pernah egois dan mungkin ini teguran dari Tuhan pada saya untuk bisa memperbaiki diri dengan bersabar. Ketika demikian saya pun mencari orang-orang terdekat dan posisinya berubah, sayalah yang mencari tempat sampah untuk curahan hati saya, tempat sampah kesayangan, tempat sampah penghilang duka, tempat sampah berbagi suka.

Saya menyadari hidup ini seperti roda perputar, pada saat kita diuji dengan kesesedih ingatlah tidak ada kesedihan yang terus menurus, pada saat kita diuji dengan kebahagiaan jangan terlena karena mungkin esok kita bisa bersedih. Bersabar akan kesedihan dan bersyukur akan kebahagiaan. Tuhan tidak pernah memberi cobaan diluar kemampuan umatnya. Hidup di dunia semata menjadi bekal kehidupan kekal nanti di alam yang berbeda. Hargai orang-orang terdekat, terus belajar menjadi pribadi yang baik, manjadi pendengar yang baik sebagai “tempat sampah” yang baik, menjadi umat Tuhan yang baik dan semakin baik.

Salam hangat,
Aulia Ningrum


Salahkah

Aku...
Aku pernah mencintai, tapi aku disakiti
Aku pernah merindukan, tapi aku diabaikan
Aku pernah menyayangi, tapi disiasiakan
Aku pernah bersedih, tapi dilarang untuk menangis

Aku...
Aku mungkin banyak kekurangan
Aku memang tak secantik cleopatra
Tak setenar Madonna, dan
tak sepintar Sri Mulyani yang bisa memimpin Bank Dunia

Tapi aku...
aku punya hati yang tulus mencintai

Mengapa Cinta dengan derita ?
Mungkin aku salah... salah jatuh cinta